RESENSI FILM “DENIAS
, Senandung diatas Awan”
Resensi film :
·
Sutradara :
John de Rantau
·
Produser :
Nia Zulkarnaen, Ari sihasale
·
Penulis :
Jeremias Nyangoen, Monty Tiwa
·
Distribusi :
Alenia pictures
·
Durasi :
110 menit
·
Negara :
Indonesia
· Pemeran :
Albert Thom Joshua Fakdawer, Ari Sihasale, Nia Zulkarnaen, Marcella Zalianty, Michael
Jakarimilena, Pevita Eileen Pearce, Mathias Muchus, Audrey Papilaya
Film ini
mengisahkan sebuah perjalanan hidup seorang anak kecil dalam menggapai
cita-cita dan impiannya. Usia anak itu adalah usia anak Sekolah Dasar.
Kira-kira sembilan sampai dua belas tahunan. Ia hidup dalam lingkungan
masyarakat suku Boneo. Tepatnya di daerah Papua, Irian Jaya.
Nama anak
itu adalah Denias. Ia tergolong seorang anak dari keluarga miskin. Meskipun
demikian, ia memiliki cita-cita dan impian yang tinggi, yaitu bersekolah. Di
daerahnya tida ada lembaga sekolah secara resmi dan layak dijadikan sarana
belajar dan pembelajaran. Selama itu, ia dan anak-anak kampung yang lain
bersekolah di sebuah Honei. Yaitu sebuah bangunan rumah yang saat itu dijadikan
tempat belajar darurat yang kondisinya sangat memprihatinkan.
Denias
merupakan seorang anak yang pandai, cekatan, berbakti kepada orang tua, serta
berobsesi tinggi. Di sekolah dan di lingkungan bermain, ia memiliki seorang
teman yang selalu mencuranginya dan berbuat tidak baik kepadanya. Dia adalah
Noel. Suatu ketika, saat di sekolah,mereka sempat berkelahi. Hal itu disebabkan
oleh Noel yang bersikap curang dan culas saat bermain.
Sebagai
anak orang yang miskin, Denias berani melawan siapapun demi kebenaran, tak
perduli dengan siapa ia berhadapan. Hal itu ia tunjukan kepada Noel yang
notabenenya adalah anak seorang Kepala Suku yang bermartabat tinggi dan
diyakini memiliki kekuatan supranatural di kampungnya.
Pada
mulannya Denias dan teman-temannya di Honei tersebut diajar oleh seorang guru
yang berasal dari Jawa. Ia terlihat cerdas dibanding dengan teman-temannya yang
lain. Ia rajin dalam bersekolah. Bersekolahnya Denias itu tidak cukup lama.
Karena Istru guru tersebut sakit keras di Jawa, ia akhirnya pulang ke Jawa.
Honei itupun sekarang sepi. Sesepi hati Denias. Tidak ada yang bersekolah lagi.
Denias
bingung. Harus kemana lagi ia akan bersekolah. Ia kemudian menemui seorang
tentara RI yang bernama Pak Leo. Itu panggilan yang dilakukan oleh Denias
kepada tentara itu. Sebenarnya namanya bukan Pak Leo. Yang benar adalah Maleo.
Yaitu suatu nama untuk satu korps pasukan khusus TNI yang di tugaskan di
kepulauan Irian Jaya. Pasukan itu terdiri dari cukup banyak orang. Namun yang
di tugaskan di daerah Denias hanya satu orang itu saja. Denis kemudian
mencurahkan isi hatinya yang merasa kalut sebab tidak dapat bersekolah lagi.
Mendengar keluhan tersebut, Pak Leo pun hatinya tersentuh. Ia kemudian
memutuskan diri untuk mengajar Denias dan teman-temannya di Honei itu.
Denias
memang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal itu dilakukannya
sehari-hari. Suatu ketika ibunya terjatuh sebab kondisi kesehatannya yang
kurang membaik. Melihat hal itu, Denias langsung sigap menghampirinya dan
menolongnya. Ia berteriak histeris. Kebaktiannya terlihat sangat mendalam saat
ia berkenan merawat ibunya. Dengan tulus dan ikhlas ia merawatnya.
Beberapa
saat kemudian ibunya pun tertidur. Saat itu Denias tiba-tiba dipanggil oleh
beberapa orang temannya. Yang namannya pasti pernah melakukan kesalahan dan
keteledoran. Apalagi seorang anak kecil seusia Denias. Denias dipanggil dan
rencanannya diajak berburu ke hutan. Ia dipaksa ikut oleh teman-temannya. Ia
bingung. Ia berada dalam sebuah dilema antara merawat ibunya dengan paksaan
teman-temannya.
Melihat
ibunya yang sedang tidur pulas, rasa solidaritasnya muncul. Ia kemudian
bersedia berburu ke hutan bersama teman-temannya. Namun sungguh naas, ia lupa
bahwa sebelum berangkat berburu, ia menggantungkan bajunya di atas perapian
dekat ibunya yang sedang tidur pulas. Baju tersebut kemudian terjatuh ke
perapian. Api yang tadinya kecil kini menjadi besar oleh baju itu. ibunya tidak
menyadari hal itu sebab sedang tidur. Kobaran api itu semakin membesar dan
membakar rumah begitu juga ibunya. Denias melihat dari kejauhan ada rumah yang
terbakar. Ia memastikan bahwa arah rumah tersebut adalah rumahnya. Ia lalu
berlari dari hutan untuk pulang. Sesampainya di rumah, ia dikejutkan oleh
kondisi fisik ibunya. Ibunya meninggal sebab terbakar api. Tubuhnya hangus.
Derai air mata tak sanggup tertahan. Ia mengalami sok berat selama beberapa
hari. Ia hanya bisa bermurung durja, meski ayahnya kerap menasehati dan
memotivasinya. Pak Leo pun juga menasehatinya dan memberi semangat hidup yang
baru kepada Denias. Akhirnya ia pun dapat menikmati hari-harinya dengan ceria
lagi. Dan bersekolah lagi.
Denias
kembali belajar bersama-sama dengan temannya. Ia bersemangat. Tapi semangatnya
itu tidak didukung oleh orang tuanya. Ia kerap dilarang untuk bersekolah. Ia
disuruh membantu bapaknya di rumah. Dalam kondisi semacam itu, semangatnya
tidak kunjung padam. Ia bersekolah dengan sembunyi-sembunyi dari bapaknya.
Tidak
lama kemudian, honei itu roboh dan hancur oleh gempa bumi. Denias dan
teman-temannya tidak punya tempat sekolah lagi. Pak Leo lalu berinisiatif untuk
membangun tempat sekolah yang sangat sederhana. Yang penting dapat dijadikan
tempat belajar dan pembelajaran.
Pembangunan
tempat itu ternyata mendapat hujatan dari beberapa warga dan kepala suku.
Tempat itu dilarang berdiri di sana. Tidak lama dari kejadian itu, Pak Leo pun
dipindahtugaskan dari kampung enias. Kini Denias kembali dirundung duka sebab
tidak dapat belajar dan bersekolah lagi.
Dalam
kondisi semacam itu, Denias terobsesi oleh kata-kata Pak Leo bahwa di balik
gunung ada tempat sekolah. Tepatnya di kota. Denias hatinya merasa terpanggil.
Ia kemudian memutuskan diri untuk meningalkan kampung halamannya dan juga orang
tuanya. Ia pergi dengan sembunyi-sembunyi. Ia melewati gunung dan lembah untuk
sampai ke kota. Ia berlari kencang untuk segera sampai di kota. Sungguh jauh
tempat yang ditempuh Denias, namun tidak menyurutkan api semangatnya untuk
bersekolah.
Sesampainya
di kota, mendapat seorang teman yang bernama Enos. Ia adalah gelandangan. Untuk
sementara waktu, Denias tinggal bersama Enos di pingguran jalan. Ia kemudian
pergi kesekolah yang dimaksud. Di sana ia bertemu dengan Bu Sam. Seorang wanita
cantik dan berbudi luhur. Bu Sam meanyakan tujuan Denias datang ke sekolah itu.
setelah panjang lebar dijelaskan, Bu Sam pun tahu maksid dan tujuan Denias ke
tempat itu. yaitu tidak lain untuk bersekolah.
Bu Sam
dalam dilema. Berdasarkan aturan sekolah yang ada, Denias tidak dapat masuk di
sekolah tersebut. Hal itu disebabkan Denias tidak punya cukup uang untuk biaya
sekolah. Lebih dari itu, Denias tidak memiliki buku raport.
Bu Sam
berusaha keras untuk bisa memasukkan Denias ke sekolah tersebut. Ia
mensosialisasikannya kepada semua guru dan pengurus sekolah. Dan untuk
sementara waktu, Denias tinggal di rumah Bu Sam. Namun tidak lama. Ia kemudian
tinggal di asrama sekolah.
Bu Sam
berjanji kepada Denias bahwa ia akan dapat masuk di sekolah itu. Selama berada
di lingkungan sekolah, denias bertemu dengan seorang anak gadis yang berama
Angel. Ia baik hati. Ia berteman akrab dengan Denias. Hal itu menyebabkan hati
Noel sakit. Dan saat itulah Denias tahu bahwa Noel juga sekolah di tempat itu.
Denias
mendapat syarat dari Bu Sam, bahwa jika ia ingin diterima bersekolah di tempat
itu, ia tidak boleh nakal dan membuat ulah. Meski ia mendapat perlakuan kurang
baik dari teman-temannya, ia harus dapat menahan emosinya. Ia harus mengalah
jika ingin diterima.
Saat
inilah perjuangan keras Denias diuji. Di sekolah dan di asramah itu, ia masih
tetap sama seperti di kampungnya. Ia masih mendapat perlakukan yang tidak baik
dan culas dari Noel. Kini ia harus sabar dan tidak menanggapi segala perlakuan
Noel. Ia bahkan sempat dihajar habis-habisan oleh Noel dan teman-temannya tanpa
ada alasan yang jelas. Demi bisa diterima sekolah di tempat itu, ia rela
dipukuli dan tidak membalasnya. Bukanya dia tidak berani dengan Noel dan
teman-temannya. Demi impian dan cita-citanya, ia harus besabar.
Saat di
asrama, Noel juga bersikap sama. Ia bahkan lebih kejam. Ia membuat peraturan
sendiri untuk tidak memperkenankan teman-temannya memberi tempat tidur pada
Denias. Tempat tidur yang semestinya diperuntukkan Denias ia ambil alih.
Sedangkan tempat tidurnya dibiarkan kosong. Denias dalam setiap malamnya selalu
tidur di lantai tanpa alas suatu apapun. Dengan kondisi seperti itu, denias
akhirnya jatuh sakit. Tapi tidak lama kemudian dia sembuh.
Di
sekolah itu Denias masih belum diterima sebagai murid. Ia di sana difungsikan
sebagai pelayan kantin. Melayani seluruh siswa yang sedang makan dan berjajan
di sana. Suatu ketika, saat jam istirahat dan makan, denias mengantarkan
hidangan kepada siswa-siswa tersebut. Denias dalam menjalankan tugasnya kembali
mendapat perlakuan yang kurang baik dari Noel. Denias dijatuhkan oleh Noel,
denias tidak menghiraukannya, tapi Noel malah mengajaknya berkelahi. Denias
maunya dipukul oleh Noel, tapi kali ini ia sedikit membela diri. Piring yang
masih ada di genggaman tangannya, ia jadikan alat untuk menangkis pukulan Noel.
Tangan Noel pun patah dan berdarah sebab menghantam piring.
Denias
merasa bersalah. Dalam hatinya, terbersit rasa salah yang begitu besar. Ia
beranggapan bahwa telah melanggar nasehat Bu Sam. Dan ia pasti tidak akan
diterima bersekolah di tempat itu. ia kemudian berlari kencang keluar. Entah
kemana ia pergi. Sungguh jauh ia berlari.
Bu Sam
mencarinya kesana-kemari, namun tidak kunjung menemukannya. Denias pada saat
itu berencana untuk kembali ke kampung halamannya. Ia putus asa. Ia merasa bahwa
impian dan cita-citanya untuk bersekolah kini telah pupus oleh satu kesalahan
yang dilakukannya, yaitu dengan melukai Noel.
Denias
adalah anak yang berbudi baik. Ia tidak lupa dengan orang yang menolongnya.
Dalam kepedihan hati dan keputusasaannya, ia masih menyempatkan diri berpamitan
kepada Bu Sam. Ia berpamit untuk pulang ke kampung halamannya. Saat itulah,
Denias mendapat kabar gembira dari Bu Sam, bahwa ia diterima bersekolah di
tempat itu. Hati Denias berbunga-bunga. Impian dan cita-citanya kini tercapai
juga. Ia pun mengurungkan niatnya untuk pulang ke kampung halamannya. Ia
bersekolah dan mulai mengukir masa depannya. Denias menari di atas awan.
Penghargaan
Festival Film Indonesia 2006
Pemeran Pria Terbaik : Albert Fakdawer
Skenario Asli Terbaik : Monty Tiwa
Skenario Adaptasi Terbaik : Jeremias Nyangoen, Masree Ruliat,
Monty Tiwa dan John de Rantau
Tata Sinematografi Terbaik : Yudi Datau
Sumber :
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Denias,_Senandung_di_Atas_Awan